Nama :
Erwien Charisetya
Kelas :
VII – 7
Nomor :
12
Judul buku : Kura-Kura dan Bangau
Jumlah halaman : 24
Jenis buku : Fiksi
Penerbit : Map Plus Bandung
Pengarang : Rofiq Arochman
Tahun terbit : 2013
Pada suatu hari, di sebuah kolam
hiduplah dua ekor burung bangau. Mereka bersahabat dengan seekor kura-kura.
Mereka sudah berteman cukup lama. Pada suatu hari, datanglah musim kemarau yang
menyebabkan kolam itu kering. Burung bangau itu berencana untuk mencari sumber
air yang lain. Burung bangau itu berpamitan kepada kura-kura. Mendengar itu
kura-kura sedih karena mau ditinggal oleh sahabatnya. “Teganya kalian, kita
sudah berteman lama. Tetapi kalian meninggalkanku begitu saja ?”. Bangau itu
menjawab “Sebenarnya kami ingin mengajak kamu, tetapi kamu tidak punya sayap
untuk terbang”. Lalu kura-kura berpikir dan dia dapat ide. “Aku ada ide”, kata
kura-kura. Kura-kura menyuruh bangau untuk mencari ranting pohon. “Kalian
membawa ranting ini di sebelah kiri dan kanan sedangkan aku menggigit di
tengahnya” ujar kura-kura. Bangau berkata “Tapi kamu harus berjanji untuk tidak
membuka mulutmu selama terbang. Akhirnya mereka berangkat. Di tengah jalan, ada
sekelompok monyet yang melihat kura-kura dan mengejeknya. Kura-kura ingin
membalas. Tetapi ketika ia hendak membuka mulutnya, ia teringat akan janjinya
pada bangau. Kura-kura langsung terjatuh. Akhirnya, ia ditinggal oleh burung
bangau.
Nama :
Erwien Charisetya
Kelas :
7.7
Nomor :
12
Judul Buku :
Saga no Gabai Bachan
Jenis Buku :
Non-Fiksi
Penulis :
Yoshichi Shimada
Penerbit :
Kansha Books
Jumlah Halaman : 245
halaman
Tahun Terbit :
2011
Jatuhnya bom atom di Hiroshima membuat Akihiro kehilangan ayahnya yang
terkena akibat dari radiasi bom atom. Kemudian, dia tinggal bersama
ibunya yg membuka usaha bar di Hiroshima. Suatu hari, Akihiro mengantar Bibi
Kisako ke stasiun untuk pulang ke Saga. Akihiro malah didorong ibunya masuk
kereta,lalu Akihiro menuju ke Saga bersama bibinya. Di Saga, Akihiro dititipkan
pada neneknya yang berkerja sebagai tukang bersih-bersih di Universitas, SD,
dan SMP di Saga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Maka, mulailah perjalanan
hidup Akihiro di Saga. Walaupun hidup miskin, nenek Akihiro bukan orang yg
pantang menyerah. Ia punya ratusan ide untuk membesarkan cucunya. Contohnya
ketika berjalan, ia mengikatkan magnet di belakangnya untuk menarik logam-logam
yg bertebaran di jalanan. Lalu logam-logam yg didapatnya ia kumpulkan dan ia
jual. Neneknya juga membentangkan galah di sungai agar benda yg mengalir
disungai tertahan oleh galah itu. Dari sana nenek mendapatkan ranting atau
batang pohon yg dikeringkan dan nantinya dijadikan bahan bakar. Nenek juga
menyebut sungai itu sebagai supermarket karena banyak bahan makanan yg
mengalir di sana. Di hulu sungai ada pasar dan biasanya para pedagang mencuci
sayur dagangannya di sungai dan ada beberapa yg hanyut terbawa arus sungai.
Para pedangan itu juga membuang lobak, timun sawi yang sudah rusak atau busuk
ke sungai. Pendapat nenek adalah, lobak yang berujung dua sekalipun bila
dipotong dan di rebus, sama saja dengan yang lain. Timun yang bengkok sekalipun
bila dipotong dan direbus tetap saja timun. Tapi bila tidak ada makanan yang
hanyut nenek akan selalu berkata supermarket sedang libur dengan ekspresi yang
menyayangkan. Namun, dalam keadaan apapun nenek pasti selalu ceria. Kehidupan
di Saga sangat menarik, contohnya ketika Akihiro menginginkan camilan ia tidak
perlu ke toko permen karena buah-buahan dapat diambil langsung dari pohon,
sepuasnya.
Sedangkan untuk bermain,
ia membuat pondok kecil yang ia jadikan markas rahasia diatas pohon dengan
bahan baku batang kayu atau ranting pohon. Batang kayu dan ranting pohon pun
banyak bertebaran dijalan. Di Saga, Akihiro bersekolah di SD Akamatsu. Karena
olahraga Kendo dan Judo sempat menjadi tren disekolahnya Akihiro pun tertarik
untuk mengikuti olahraga ini. Karena terkendala masalah biaya, nenek
menyarankan Akihiro untuk olahraga lari. Setahun berlalu sejak hari kedatangan
Akihiro ke Saga. Kemudian tibalah hari festival olahraga. Ketika lomba lari
lima puluh meter untuk kelas bawah, Akihiro pun mendapat juara pertama. Ini
berkat saran dari nenek Osano.walaupun Akihiro selalu menjuarai lomba lari di
festival olahraga tahunan di sekolahnya, ibunya tak pernah sekalipun datang
untuk menontonnya. Di sekolah Akihiro, banyak juga tren yang lain, seperti
krayon. Ketika di sungai, Akihiro mendapat seekor binatang, lalu ia jual. Uang
hasil penjualan digunakannya untuk membeli krayon yg sangat ia banggakan. Ketika
Akihiro SMP, ia bergabung dengan klub baseball. Saat itu, klub baseball terdiri
atas 15 orang anak kelas tiga dan 15 orang anak kelas dua. Karena kecepatan
kaki Akihiro diakui, ia langsung diangkat menjadi pemain tetap walaupun masih
kelas satu. Ketika Akihiro kelas dua dia ditetapkan menjadi kapten tim
baseball. Tak disangka, Nenek Osano tanpa beban membelikannya sepatu Spike seharga
2250 yen. Hari berlalu semakin cepat. Tanpa diduga-duga Akihiro mendapatkan
kabar gembira yaitu ia diterima di SMA Kouryou di Hirosima sebagai murid
penerima beasiswa klub baseball. Sedih bercampur gembira yang dirasakan
Akihiro. Sedih karena harus meninggalkan Saga dan Nenek. Gembira karena ia bisa
tinggal bersama ibunya kembali. Neneknya menyarankan Akihiro untuk bersekolah
di Sekolah Bisnis Saga karena Neneknya masih belum bisa melepas kepergian
cucunya ke Hiroshima. Tetapi akhirnya Akihiro tetap memilih SMA Kouryou, dan
dia berjanji kepada neneknya akan datang setiap liburan musim panas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar